Minggu, 20 Februari 2011
Ekonomi Dunia
Ekonomi dunia dewasa ini sedang menghadapi krisis yang mencekik, baik pada tataran sistem dan teori, atau pada tataran realitas praktis bagi ekonomi pasar. Angka kemiskinan tidak menunjukkan penurunan bahkan sistem ekonomi pasar telah menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antara golongan kaya dan golongan miskin. Kemudahan dan kebebasan menguasai dan mengelola sumber modal tidak dibarengi oleh sistem distribusi kekayaan yang adil. Sistem pajak sebagai cara distribusi telah ditimbuni oleh korupsi. Ibarat kolesterol yang menyumbat saluran pmbuluh darah. Secara teori, sistem ekonomi pasar menjadi tidak praktis, banyak revisi sana sini sesuai dengan kebutuhan. Ekonomi tambal sulam ini menunjukkan ketidaksiapannya mewujudkan negara sejahtera yang selama ini digembar-gemborkan.
Disisi lain, sistem ekonomi Islam dengan kemampuannya yang tersembunyi dan unik mampu memberi solusi terhadap ekonomi kontemporer, baik dalam skala regional atau dunia, lokal atau umum. Walaupun belum menunjukkan wujudnya yang utuh karena terkendala 'bentrokan' dengan sistem yang sedang berjalan sedikit demi sedikit para pelaku ekonomi merasakan secara natural sistem ekonomi lebih memberikan ketentraman dan nilai-nilai dasar keadilan. Dengan beberapa 'exercise' yang dilakukan dalam penggunaan mata uang, sistem kerjasama bisnis, perjanjian akad transaksi dan lain-lain telah memberikan nilai beda. Berbagai embrio bank Islam telah berdiri bukan hanya di negara berpenduduk mayoritas Islam tapi juga di negara Eropa sperti Bank Islam di Luxemburg. Bahkan ada sebuah bank Yahudi di Amerika yang mnerapkan sistem profit sharing dalam salah satu layanan banknya. Lambat tapi pasti, eksistensi ekonomi Islam mulai diakui bukan hanya sebagai wacana tapi juga mampu dibumikan dalam tataran realitas.
Dilema ekonomi dianggap sebagai masalah yang paling mendesak bagi berbagai lembaga nasional dan regional di negara-negara dunia ketiga, termasuk dunia Arab dan islam, meskipun Allah telah melimpahkan kekayaan yang demikian besarnya. Sistem Ekonomi yang telah dianggap sebagai aksioma ternyata membuktikan ketidakmampuannya memberikan kemakmuran yang seimbang, ternyata kemakmuran yang hanya dilandaskan pada penguasaan materi tidaklah menarik lagi. Negara-negara kaya secara sumber daya tidak terjamin menjadi negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Masyarakat di berbagai belahan dunia seakan kebingungan mengelola berbagai kekayaan yang melimpah, bagaimana cara mengelolanya dan bagaimana mendistribusikannya secara adil. Ketimpangan ekonomi di Arab dan belahan bumi lain telah menyulut aksi demontrasi dan ketidakseimbangan pengelolaan negara. Domino masalah pergeseran kekuasaan dan tuntutan agar rezim mundur (yang berawal di Tunisia) kini telah merembet ke negara Mesir, Yaman, Bahrain dan lain sebagainya. Satu persatu masalah yang mirip telah terjadi pada dasa warsa sebelumnya di Asia Tenggara seperti negara Indonesia.
Gejolak ini timbul di negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim, seakan mereka merasakan kepribadian ganda dan kebingungan psikologis ketika harus menerima penerapan sistem ekonomi dan politik dan bertentangan dengan landasan keimanan mereka. menjalankan sistem perekonomian yang berlandaskan Islam akan membuat kebingungan tersebut hilang, maka eksistensi negara-negara Islam diperkirakan akan makin kuat dengan kembalinya mereka pada sistem Induknya yaitu Sistem Ekonomi Islam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar